22 Januari 2015

Buntil Daun Pepaya dan Daun Singkong



Sepiring bubur nasi dengan sayur gudeg, sambal goreng krecek dan buntil daun talas. Makanan ini adalah sarapan pagi favorit saya ketika bersekolah di Jogya. Hampir setiap pagi, saya akan memacu Honda bebek andalan ke gang kecil yang terletak tidak jauh dari rumah kos yang saya tempati untuk berburu bubur dan gudeg. Tentu saja ada banyak warung gudeg kecil yang tersebar di sekitar kampung tersebut, namun warung gudeg yang satu ini selalu menjadi pilihan karena murah, porsi jumbo dan rasanya pun mantap. Sebenarnya tidak tepat juga jika disebut dengan warung, karena si Ibu penjual hanya menggelar dagangannya di halaman sebuah rumah. Panci dan aneka pernak-pernik perlengkapan nasi gudeg di letakkan di sebuah balai-balai bambu kecil yang pendek dan si Ibu duduk diatas sebuah dingklik kecil di baliknya. 

Pada saat itu harga nasi gudeg sangat bersahabat, dengan hanya berbekal uang dua ribu rupiah maka saya bisa mendapatkan sebungkus nasi gudeg dengan sebuah telur bacem yang lezat. Walau nasi gudeg termasuk murah, namun bubur gudeg harganya lebih murah lagi, dengan hanya merogoh uang seribu lima ratus rupiah maka saya bisa menyantap sekantung plastik bubur yang lengkap. Mantap! ^_^

Daun pepaya dan daun singkong
Ikan teri

Dari sekian banyaknya perlengkapan nasi atau bubur gudeg maka buntil daun talas selalu menjadi favorit. Daun talas yang lembut dan dimasak hingga lama bersama santan kental dan bumbu yang nendang terasa pas bersanding dengan parutan kelapa berbumbu yang menjadi isinya. Tidak heran jika makanan ini banyak penggemarnya. Jika datang sedikit lebih siang ke Ibu penjual gudeg, maka buntil-buntil ini pun telah ludes terjual. Sayangnya buntil sulit ditemukan di Jakarta, mungkin karena pekerjaan membungkus satu persatu bungkusan daun dan mengikatnya dengan tali terlalu menyita waktu sehingga warung makan pun enggan menyediakan buntil sebagai salah satu lauknya. 

Nah bagi anda yang mungkin merasa asing dengan makanan ini mungkin deskripsi singkat saya berikut ini bisa sedikit memberikan pencerahan. Buntil merupakan makanan khas tradisional Jawa yang terbuat dari parutan kelapa bercampur bumbu, ikan teri dan petai china, yang dibungkus dengan daun pepaya atau daun singkong, terkadang daun talas juga dipergunakan untuk itu. Bungkusan daun ini kemudian diikat dengan menggunakan seutas tali dan direbus di dalam kuah santan berbumbu. Sebenarnya makanan ini serupa dengan bothok, bedanya jika bothok dibungkus dengan daun pisang dan dikukus,  maka daun pembungkus buntil terbuat dari dedaunan yang bisa dimakan dan dimasak kembali di dalam kuah bersantan. Umumnya bungkusan buntil dimasak dalam waktu yang lama di dalam kuah santannya, hingga kuah menjadi kental dan bumbu tampak menempel di permukaan buntil. Daun yang direbus lama menjadi terasa lembut dan masakan pun memperlihatkan tampilan 'nyemek-nyemek' yang tampak menggoda. Makanan ini biasanya menjadi pelengkap hidangan nasi gudeg di Jogya. 

Petai china/mlandhing

Daun pepaya merupakan daun yang umum digunakan untuk membungkus, dan untuk mengurangi rasa pahitnya maka daun singkong terkadang dicampurkan ke dalam gulungan daun pepaya yang digunakan. Daun dengan penampang lebar lainnya seperti daun talas juga sering digunakan untuk buntil, sayangnya daun ini sulit ditemukan di pasaran. 

Kembali ke resep buntil yang saya posting kali ini. Nah beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan sebungkus besar teri tawar dari adik saya, Wiwin. Teri merupakan salah satu bahan makanan yang selalu saya stock di kulkas, karena saya sering menggunakannya di dalam aneka tumisan sayur yang saya buat. Jadi oleh-oleh dari Wiwin ini tentu saja saya terima dengan suka cita. Banyak sekali aneka masakan yang bisa dibuat darinya namun buntil sepertinya yang langsung terlintas di benak saya saat itu. Sudah lama sekali saya tidak pernah mencicipi buntil sedap bersama nasi putih yang hangat. Jadi, di weekend kemarin, saya pun mulai bergerilya di pasar bersama Heni untuk mencari bahan utama buntil yaitu daun pepaya dan kelapa muda parut.


Untuk mengurangi rasa pahit daun pepaya maka saya pun menambahkan beberapa ikat daun singkong. Awalnya butiran petai china ini tidak termasuk di dalam bahan wajib yang akan saya pergunakan, namun ketika sedang menuruni salah satu anak tangga di pasar, saya melihat seorang Ibu duduk 'mendeprok' di lantai bersama dagangannya dan sebungkus petai china! Setengah bungkus petai imut  ini pun masuk ke dalam plastik tentengan. Petai china tidak selalu ada di pasar Blok A, jadi saya pikir sepertinya Tuhan merestui usaha saya untuk membuat buntil weekend lalu. ^_^

Nah membuat buntil sendiri sangat mudah, jika anda merasa proses membungkus parutan kelapa dengan lembaran daun merupakan pekerjaan ribet nan susah (seperti yang saya perkirakan tempo dulu),  maka percayalah pendapat tersebut salah. Pertama-tama tentu saja anda harus memilih daun pepaya yang cukup lebar, itu memudahkan anda untuk melipat dan menggulung buntil. Namun di Jakarta, daun pepaya dijual dalam ikatan dimana pucuk-pucuk mudanya saja yang biasanya dijajakan. Nah pucuk-pucuk muda ini memiliki ukuran kurang lebar. Tapi ternyata itu bukan menjadi masalah yang besar. Saya menggunakan beberapa lembar daun yang ditumpuk menjadi satu dan kala buntil dilipat, digulung dan diikat, hasilnya tetap sip markusip. ^_^


Daun-daun ini harus direbus terlebih dahulu sebentar untuk membuatnya layu dan lemas, kondisi ini memudahkan proses pembungkusan. Jika anda menggunakan daun singkong, karena berukuran lebih kecil, maka letakkan di atas tumpukan daun pepaya. Untuk bagian isinya, maka cukup campurkan semua bahan menjadi satu, aduk hingga rata. Kelapa yang muda membuat isi menjadi moist dan mudah untuk dikepal dan dibulatkan. Letakkan satu bulatan isi sebesar bola pingpong di permukaan daun, kemudian daun dilipat dan digulung rapat. Untuk mengikatnya, anda bisa menggunakan benang kasur berwarna putih yang biasanya dipergunakan dalam proses ikat-mengikat di dalam masakan, atau untaian pelepah pisang yang dipotong kecil-kecil meyerupai tali. Atau jika anda memiliki pohon lengkuas seperti saya, maka batangnya yang berserat bisa juga dipergunakan sebagai tali.

Ikat buntil rapat-rapat supaya bagian isi tidak keluar saat kita merebusnya dengan kuah santan. Nah sekarang buntil siap dimasak dalam rebusan kuah santan berbumbu yang juga super mudah dibuat.  Buntil bisa dihidangkan dalam rendamann kuah yang cukup banyak atau kuah dimasak hingga hampir habis meninggalkan masakan yang terlihat 'nyemek-nyemek'. Nah saya sendiri lebih suka versi yang terakhir, jadi saya memasak buntil hingga kuahnya hampir mengering, meninggalkan balutan santan berbumbu di permukaan buntil, dan mambuat tekstur daun menjadi lembut. Ah, perutpun menjadi lapar menatapnya! ^_^

Berikut resep dan prosesnya ya. 


Buntil Daun Pepaya dan Daun Singkong
Resep hasil modifikasi sendiri

Untuk sekitar 14 buah buntil

Tertarik dengan resep sejenis lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Bothok Jagung
Bothok Ikan Patin a la Sragen
Garang Asem Ayam a la Kudus 

Bahan buntil:
- 2 ikat daun pepaya, sekitar 20 - 30 lembar ukuran daun kecil
- 2 ikat daun singkong, sekitar 50 lembar
- 500 ml santan kental dari 200 ml santan instan ditambah 300 ml air
- 700 ml air

Bahan isi buntil
- 1 butir kelapa yang sangat muda diparut
- 2 genggam atau 100 gram biji muda petai china/mlandhing
- 60 gram teri jengki

Bumbu isi buntil dihaluskan:
- 2 ruas jari kencur
- 5 buah cabai merah keriting
- 3 buah cabai rawit
- 4 siung bawang putih
- 1 sendok teh terasi bakar
- 3 lembar daun jeruk purut
- 2 sendok teh garam
- 2 sendok makan gula Jawa, sisir halus
- 2 sendok makan air asam Jawa

Bumbu kuah buntil, dihaluskan:
- 5 buah cabai merah keriting
- 5 buah cabai rawit
- 4 siung bawang merah
- 4 siung bawang putih
- 1 ruas jari kunyit
- 1 ruas jari jahe
- 2 batang serai ambil bagian putihnya saja
- 5 butir kemiri sangrai
- 1/2 sendok makan ketumbar sangrai
- 1/4 sendok teh jintan bubuk 

Bumbu kuah lainnya:
- 3 lembar daun salam
- 2 ruas jari lengkuas, memarkan
- 5 lembar daun jeruk purut 
- 3 sendok makan gula Jawa sisir 
- 10 - 15 buah cabai rawit merah/hijau biarkan utuh
- kaldu bubuk instan (optional)  

Bahan lainnya:
- tali untuk mengikat buntil

Cara membuat:


Siapkan daun pepaya dan daun singkong, gunakan daun yang muda, tandanya daun terasa lemas (tidak kaku) kala diremas. Petik daun dan lepaskan dari batang-batangnya. Cuci hingga bersih.

Siapkan panci berisi air mendidih, rebus semua daun hingga layu. Aduk-aduk selama proses perebusan. Perebusan bertujuan untuk membuat daun menjadi layu dan lemas kala dipergunakan untuk membungkus bukan untuk membuatnya menjadi matang dan empuk. Rebus sekitar 5 menit, angkat dan tiriskan. Siram dengan air dingin, peras dan sisihkan.

Membuat bahan isi dan membungkus buntil


Siapkan mangkuk, masukkan semua bahan isi. Aduk rata dengan jemari tangan, sedikit remas dan cicipi rasanya. Sesuaikan gula dan garam. Sisihkan.


Siapkan daun singkong dan pepaya rebus. Letakkan terlebih dahulu lembaran daun pepaya yang lebih lebar di permukaan meja dapur. Jika daun pepaya anda kecil ukurannya maka gunakan dua atau tiga lembar daun. Tata daun melebar, buka lipatan dan gumpalannya. Tumpukkan beberapa lembar daun singkong di atas permukaan daun pepaya, letakkan daun singkong menutupi lubang-lubang di daun pepaya sehingga semua celah menjadi tertutup.

Kepalkan bahan isi hingga berbentuk bola, ukurannya tergantung dari besarnya buntil yang akan anda buat. Jika daun kecil dan kurang lebar maka sebaiknya jangan beri isi terlalu banyak karena akan sulit dibungkus.  Letakan bola isi agak di sisi sebelah atas permukaan daun.


Lipat daun bagian atas sehingga menutupi isi buntil, lipat daun disisi kiri dan kanan seperti amplop. Rapikan dan padatkan kemudian gulung daun sambil ditekan rapat supaya gulungan menjadi padat.


Ikat gulungan daun dengan seuntai tali. Anda bisa menggunakan tali kasur atau tali lainnya, saya sendiri menggunakan tali dari batang pohon lengkuas yang liat dan berserat. Gunting kelebihan tali supaya buntil rapi.


Tata buntil di sebuah panci yang cukup besar untuk menampung semua bungkusan daun. Sisihkan. 

Membuat kuah santan dan memasak buntil
Siapkan wajan, beri dua sendok makan minyak dan panaskan. Tumis bumbu halus untuk kuah hingga harum dan matang, tandanya warnanya berubah menjadi lebih tua. Masukkan bumbu kuah lainnya, aduk dan tumis hingga daun rempah layu dan harum.


Masukkan santan, aduk rata. Matikan kompor. Tuangkan santan berkuah ke panci berisikan bungkusan buntil, masak dengan api kecil hingga santan mendidih. Cicipi rasa buntil sesuaikan garam dan gula. Jangan membuatnya terlalu asin, karena buntil akan dimasak hingga kuah menyusut yang artinya buntil akan menjadi lebih asin saat kuah hampir habis. 

Tutup panci dan masak dengan api kecil, hingga air hampir habis dan daun menjadi empuk. Angkat dan sajikan bersama nasi hangat. Yummy!



29 komentar:

  1. wuuiihh buntil, akhirnya ada juga resep nya. besuk sabtu harus bisa eksekusi nih =D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai mba sanny, yeppp ayo dicoba, mudah dan enak banget hehehhe

      Hapus
    2. 2minggu yg lalu saya nyobain resep nasi pindang nya.... n sukses... yummy lho mba....
      request resep nasi gandul ala kudus donk mba.... =)

      Hapus
    3. Halow mba sanny, thanks yaa. Senang resepnya sukses dicoba dan disuka. Iyaaa, nasi gandul masih pe-er, udah dapat resep teman yang suaminya orang pati, karena ini nasi khas dari daerah pati ya. cuman belum sempat dicoba hiiksss

      Hapus
  2. Tiap hari saya selalu buka JTT, dan tiap hari pula selalu ada resep baru. Semakin produktif untuk posting ya mbak. Semangat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks ya Mba, yepp akhir2 ini lagi semangat wakkakka

      Hapus
  3. Yum...yum, pucuk dicinta buntil pun tiba. Udah lama direquest sama suami buat bikin buntil tpi takut gagal, dapet resep di JTT sudah pasti dieksekusi dan pasti anti gagal ^^... thanks resepnya mbk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mba Oka, sippp monggo dicoba mba, mantap. Actually ini buntil 1 panci saya yang makan sendiri, tobatt dah doyan apa jrumbo ya wakkakak

      Hapus
  4. mbak Endang..di list bumbu kuah lainnya itu ada kalimat 2 sendok teh, itu apanya yg 2 sendok teh? hihihi..
    oia mbak, saya biasanya merebus daun pepaya dgn asam jawa yg banyak untuk mengurangi pahitnya..
    semangat terus update blognya ya mbak..semoga Allah membalas kebaikan mbak dgn kebaikan yg lebih banyak..aamiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mba Laila, thanks koreksinya ya, sudah saya betulkan resepnya, sendok teh itu saya hilangkan wakakkak.

      thanks tipsnya yaa, saya belum pernah mencoba cara itu, next time kalau merebus daun pepaya saya coba heheheh, Amiiin atas doanya ya mba, sukses untuk mba laila yaaa

      Hapus
  5. wuihhh pasti sedap rasa buntil itu ya mbak, seandainya di makassar ada yang jual pasti saya beli. Kelihatannya menggoda sekali, tapi liat persiapan bumbu dan kelengkapannya iiih ribet. Tapi sy selalu yakin kalau masakan yg banyak bumbu seperti ini pasti enak, ngileeer...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai mba wati, nggak ribet kok mba, bumbu2 diblender saja, wakakkak, yang rada lama bagian bungkus dan ikat keknya heheheh

      Hapus
  6. Mbaaaaakkkk.. Reply email nya dooonk, pesen buku kedua nya hehehe.. Suwun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mba Shinta, wah saya cek emailnya dulu yaa, beberapa hari ini gak buka email heehheh

      Hapus
  7. Hai mba endang, selama ini sy jadi silent reader blog mba yg keren abis dan melihat ada resep buntil ini sy jadi gatel pengen ikut komen. Ini makanan fav dari dulu.Akhirnya ada juga resep ini di jtt. Weekend ini musti coba ah, dan kebetulan di tempat sy,Pontianak,daun talas buanyak,gratis pula mba hehe.Anyway, makasih banyak resepnya mba :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mba Febri, thanks ya mba, senang sekali JTT disuka.Wah di jakarta sush banget cari daun talas,saya suka banget daun itu, di bothok pedas juga yummy banget heheheh, moga sukses yaa

      Hapus
  8. Salam kenal mba Endang, sy Retno silent ridermu. Sering baca2 resepmu yg oke bngt.Btw sy mo nanya itu di bumbu buntilnya ga pake bwng merah ya mba? Mksih

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo mba, untuk bumbu buntil nggak pakai bawag merah ya, rasanya kurang oke kalau pakai bwang merah.

      Hapus
  9. ooh...emang bgitu ya mba Endang?soalnya aku blm prnh bikin sndiri.nha....saking udh lamanya ga mkn buntil, aku kmrn dikirimin daun talas sama ibuku dr kampung. aku tinggalnya di bekasi. nyari buntil daun talas disini ga ada. okd mba endang, mksih infonya ya...
    Rettno

    BalasHapus
    Balasan
    1. yep mba, sayangnya daun talas susah banget carinya di jakarta, dan silahkan kalau terasinya mau digoreng atau bakar ya.

      Hapus
  10. iya mba Endang disini adanya buntil daun pepaya/singkong.tp rasanya krg pas, ga sama dgn buntil yg prnh kumakan di kampung. Talinya pake rafia gpp kan ya? Mksih bnyk mba Endang. Retno

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai mba retno, kalau dimasak lama sampai empuk maka daun pepaya dan singkong juga jadi lembut dan enak, gak kalah sama daun talas ya.

      yep bs pakai tali rafia ya mba

      Hapus
  11. oke deh mba Endang mksih infonya. Resep2mu emang anti gagal. aku udh prnh nyoba bikin ayam kuluyuk, bakpao, cake pisang sama steamed moist cake( duuh...salah ga itu namanya).Semua enaaak. Retno

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip mba retno, thanks sharingnya ya, senang sekali banyak resep jtt dicoba dan sukses. ^_^

      Hapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mba, thanks ya sharingnya. Senang sekali resep JTT disuka. Untuk resep ini teri tidak saya goreg ya mba, tapi bs digoreng juga, sesuai selera saja ya. Sukses selalu.

      Hapus
  13. Aduh....suka banget ma buntil...sabtu ini mo coba eksekusi. Aku tuh fansmu lo mbak Endang, setiap mo buat masakan baru selalu cari di jtt. Dari cake pandan, brownis pusang coklat, lasagna, schotel, soto betawi, ikanbakar yg pake serawung plus cengek dari lampung itu..dan setiap acara di rumah sering pake resep Mbak Endang. Semoga Jadi amal jariah buat mbak ya... Makasi bgt, i lope you pull.... Dgn pake resep jtt dirumah, saya dibilang pinter masak... Horeee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Mba Chairunnisa, thanks sharingnya ya, senang resep2 JTT disuka, sukses yaa

      Hapus

PEDOMAN BERKOMENTAR DI JTT:

Halo, terima kasih telah berkunjung di Just Try and Taste. Saya sangat menghargai feedback yang anda berikan, terutama mengenai eksperimen dalam mencoba resep-resep yang saya tampilkan.

Komentar yang anda tuliskan tidak secara otomatis ditampilkan karena harus menunggu persetujuan saya. Jadi jika komentar anda belum muncul tidak perlu menulis komentar baru yang sama sehingga akhirnya double/triple masuknya ke blog.

Saya akan menghapus komentar yang mengandung iklan, promosi jasa dan penjualan produk serta link hidup ke blog anda atau blog/website lain yang anda rekomendasikan yang menurut saya tidak relevan dengan isi artikel. Saya juga akan menghapus komentar yang menggunakan ID promosi.

Untuk menghindari komentar/pertanyaan yang sama atau hal yang sebenarnya sudah tercantum di artikel maka dimohon agar membaca artikel dengan seksama, tuntas dan secara keseluruhan, bukan hanya sepotong berisi resep dan bahan saja. Ada banyak info dan tips yang saya bagikan di paragraph pembuka dan jawaban di komentar-komentar sebelumnya.

Satu hal lagi, berikan tanda tanya cukup 1 (satu) saja diakhir pertanyaan, tidak perlu hingga dua atau puluhan tanda tanya, saya cukup mengerti dengan pertanyaan yang diajukan.

Untuk mendapatkan update rutin setiap kali saya memposting artikel baru anda bisa mendaftarkan email anda di Dapatkan Update Via Email. Atau kunjungi Facebook fan page Just Try and Taste; Twitter @justtryandtaste dan Instagram @justtryandtaste.

Semoga anda menikmati berselancar resep di Just Try & Taste. ^_^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...